Khutbah Pertama
الحمد لله المؤمن، الذي أرسل
الرسل بالبينات ليخرج الناس من الظلمات إلى النور بإذن ربهم، نحمده على نعمه التي لا
تحصى، ونشكره على فضله الذي لا ينفد، ونعوذ به من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا. وأشهد
أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى
آله وصحبه أجمعين.
Amma ba’du,
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji hanya bagi Allah, Dzat yang memberi rasa aman kepada hati-hati
yang beriman. Dialah Al-Mu’min, yang meneguhkan jiwa di saat goncangan, yang
menurunkan ketenangan di tengah ketakutan, dan yang memberi cahaya iman dalam
hati hamba-hamba-Nya.
Shalawat serta salam mari kita curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang hidupnya menjadi teladan penuh keyakinan, lisannya penuh kebenaran,
dan hatinya dipenuhi cahaya keimanan. Semoga kita tergolong umat yang mengikuti
jejak langkahnya, hingga beroleh syafaatnya di hari akhir nanti.
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Saya wasiatkan kepada diri saya sendiri dan kepada jamaah sekalian untuk
selalu bertakwa kepada Allah. Takwa adalah benteng yang melindungi kita dari
kebinasaan, cahaya yang menuntun kita dalam kegelapan, dan penopang yang
menguatkan langkah kita di dunia. Jangan biarkan hati kita kosong dari takwa,
sebab tanpa takwa, dunia ini hanyalah gurun tandus yang menyesatkan.
Narasi Pembuka
Filsuf Barat banyak berbicara tentang makna iman dan rasa aman. Plato
menganggap iman sebagai bentuk keyakinan pada kebenaran yang lebih tinggi dari
realitas duniawi. Dalam pandangannya, iman melahirkan rasa aman karena jiwa
terhubung dengan kebenaran yang abadi.
Aristoteles melihat iman dalam konteks etika sebagai keyakinan yang
melahirkan keberanian moral. Bagi dia, orang yang beriman pada kebenaran akan
memiliki rasa aman dalam dirinya, sebab ia berdiri di atas keyakinan yang tidak
mudah goyah.
Sementara itu, filsuf modern seperti Kierkegaard menekankan bahwa iman
adalah lompatan eksistensial: menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan meski akal
terbatas. Dari iman itulah lahir rasa aman sejati, sebab hati bersandar pada
kekuatan yang tak terbatas.
Definisi Ulama
Namun para ulama Islam menegaskan bahwa Al-Mu’min adalah nama Allah
yang berarti Dia-lah yang memberi keamanan dan rasa aman kepada hamba-Nya. Imam
Al-Ghazali menjelaskan bahwa Al-Mu’min adalah yang meneguhkan hati dengan iman,
yang menyelamatkan hamba dari rasa takut, dan yang menjamin keselamatan di dunia
dan akhirat.
Dalil Al-Qur’an
Allah berfirman:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ
السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ
اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
(QS. Al-Hashr: 23)
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Raja, Yang
Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha
Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Mahasuci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Tafsir dan Penjelasan
Para mufassir menjelaskan bahwa Allah disebut Al-Mu’min karena Dia yang
meneguhkan hamba-hamba-Nya dengan iman, dan Dia pula yang memberi rasa aman
dari segala rasa takut. Ibn Katsir menafsirkan bahwa Allah menjaga hamba-Nya
dari kezaliman dan memberi mereka keamanan di dunia serta keselamatan di
akhirat.
Dengan demikian, rasa aman sejati tidak datang dari harta, jabatan, atau
kekuatan, melainkan dari Allah Al-Mu’min yang menenangkan hati dan menjaga
hamba-Nya.
Keamanan seperti apa yang Allah berikan?
Pertama, Allah memberi keamanan lahiriah. Berapa banyak dari kita yang bisa
tidur dengan nyenyak malam ini tanpa rasa takut? Itu adalah nikmat keamanan
dari Allah. Lihatlah saudara-saudara kita di negeri yang dilanda konflik,
mereka kehilangan rasa aman, sementara kita masih bisa beribadah dengan tenang.
Bukankah ini karunia besar? Betapa sering kita menganggap remeh nikmat keamanan
ini, padahal tanpa keamanan, harta tidak berarti, kesehatan tidak terasa
nikmat, bahkan ibadah pun menjadi sulit. Maka, hendaknya kita selalu bersyukur
atas penjagaan Allah yang melindungi kita dari bahaya yang tak terlihat maupun
yang tampak.
Kedua, Allah memberi keamanan batin. Banyak orang kaya raya, namun hatinya
penuh kecemasan. Sebaliknya, ada orang sederhana yang hidupnya tenang karena
Allah menurunkan sakinah di dalam hatinya. Inilah keamanan yang tak bisa
dibeli, hanya Allah yang mampu memberikannya. Hati yang tenteram adalah karunia
terbesar, sebab tanpa ketenangan, dunia yang luas terasa sempit. Hati yang
dipenuhi iman akan kuat menghadapi cobaan, tetap sabar ketika kehilangan, dan
tetap bersyukur ketika mendapat nikmat. Inilah keamanan batin yang sejati,
sebuah anugerah yang sering diabaikan manusia.
Ketiga, Allah memberi keamanan di akhirat. Bagi orang beriman, Allah
menjanjikan surga, tempat yang penuh keselamatan. Tidak ada rasa takut, tidak
ada kesedihan, hanya kedamaian abadi. Itulah balasan tertinggi dari Allah
Al-Mu’min bagi hamba-hamba-Nya yang taat. Keselamatan di akhirat jauh lebih
besar daripada keselamatan di dunia, karena kehidupan dunia hanyalah sementara.
Di akhirat kelak, setiap jiwa akan merasakan keamanan yang sempurna, tanpa rasa
sakit, tanpa kesusahan, hanya kebahagiaan yang abadi di sisi Allah. Inilah
tujuan tertinggi seorang mukmin, dan inilah janji Allah yang pasti benar.
Allah lah yang memberi rasa aman pada nabi ibrahim di tengah kobaran api, dengan
firmanya: “Hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” (QS.
Al-Anbiya: 69). Api yang semestinya membakar, justru menjadi penyejuk berkat
perlindungan Allah Al-Mu’min.
Allah lah yang membelah lautan untuk nabi musa yang tengah jadi incaran
Fir’aun dan tentaranya hingga terhimpit laut di lepas, hingga Fir’aun yang
penuh kesombongan justru binasa di tempat yang sama.
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pun sarat dengan contoh penjagaan Allah. Saat beliau
bersembunyi di gua Tsur bersama Abu Bakar, para musyrikin mengepung hingga di
depan pintu. Namun Allah menurunkan rasa aman, menutupi pandangan mereka,
hingga beliau selamat. Allah berfirman: “Janganlah engkau bersedih,
sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40).
Semua kisah ini adalah cermin bahwa rasa aman sejati hanya dari Allah,
bukan dari kekuatan fisik atau perlindungan manusia. Jika Allah menjaga, maka
tidak ada satu pun makhluk yang bisa mencelakakan.
Renungan
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Apakah selama ini kita sudah benar-benar menjadikan Allah sebagai sumber
rasa aman? Ataukah kita lebih bergantung pada kekayaan, jabatan, atau teknologi
untuk merasa tenang? Bukankah semua itu rapuh dan bisa hilang dalam sekejap?
Tidakkah kita sadar, bahwa hati ini sering lebih percaya pada angka
tabungan di bank daripada pada janji Allah? Tidakkah kita malu, ketika kita
lebih merasa aman karena rumah yang kokoh, tetapi lalai dari doa yang tulus? Renungkanlah,
kepada siapa sebenarnya kita bersandar.
Penutup
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Khutbah ini ingin menegaskan bahwa hanya Allah Al-Mu’min yang bisa
mendatangkan rasa aman sejati di dalam hati. Harta bisa musnah, kekuasaan bisa
runtuh, bahkan orang terdekat bisa pergi, namun Allah tetap setia menjaga
hamba-Nya.
Semoga kita menjadi hamba yang selalu menyandarkan rasa aman hanya kepada
Allah, sehingga hidup kita dipenuhi dengan ketenangan, dan akhir kita ditutup
dengan husnul khatimah.
Download : File Pdf Khutbah
Baca juga ini