Khutbah Pertama
الحمد
لله الذي له الملك وله الحمد، بيده الخير وهو على كل شيء قدير. نحمده سبحانه ونشكره،
ونعوذ به من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك
له، له الملك وله الفضل وله الثناء الحسن. وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله، صلى الله
عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Amma ba’du,
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji hanya bagi Allah, Raja segala raja, Pemilik langit dan bumi.
Dialah yang menutup malam dengan selimut tenang, dan membukakan pagi dengan
cahaya penuh harapan. Setiap hela nafas kita adalah anugerah dari-Nya, setiap
detak jantung adalah titipan kasih-Nya. Tiada satu pun nikmat yang kita kecap
melainkan bersumber dari kelembutan-Nya yang tak pernah bertepi.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم, penutup para nabi, sang pembawa cahaya iman yang
menerangi hati yang gelap. Beliaulah yang mengajarkan kita makna syukur, sabar,
dan pengabdian. Semoga kita termasuk umat yang setia mengikuti jejak langkahnya
hingga akhir hayat, agar kelak berhak mendapatkan syafa’atnya di hari
perhitungan.
Selanjutnya...
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa adalah bekal
terbaik dalam hidup ini, yang akan menerangi jalan kita di dunia dan
menyelamatkan kita di akhirat.
Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah,
Tema khutbah kita kali ini adalah salah satu nama Allah yang agung, yaitu Al-Malik,
Sang Raja, Sang Pemilik, dan Penguasa segala sesuatu.
Para filsuf muslim seperti Al-Farabi menjelaskan bahwa Al-Malik adalah
sumber dari segala keberadaan. Kepemilikan-Nya bukan hanya pada benda dan
makhluk, tetapi juga pada aturan dan tatanan alam semesta. Tidak ada satu pun
gerakan bintang, hembusan angin, bahkan denyut jantung manusia yang berada di
luar kehendak-Nya. Al-Malik adalah Raja yang kekuasaan-Nya tidak bergantung
pada siapa pun, sementara semua raja di dunia sejatinya hanyalah bayangan kecil
dari kekuasaan-Nya. Allah berfirman:
"فَتَعَالَى
اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ"
“Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya; tidak ada tuhan selain
Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arasy yang mulia.” (QS. Al-Mu’minun: 116)
Imam Al-Ghazali dalam Al-Maqshad al-Asna menjelaskan bahwa Al-Malik
adalah Dia yang tidak membutuhkan apa pun, sementara semua makhluk butuh
kepada-Nya. Kekuasaan-Nya tidak terbatas, tidak bergantung pada selain-Nya, dan
aturan-Nya berlaku di seluruh jagat raya. Inilah yang membedakan Allah dengan
raja-raja dunia, karena raja dunia hanya berkuasa atas apa yang fana, sedangkan
Allah berkuasa atas dunia dan akhirat.
Penjelasan para ulama ini memberi kita pemahaman bahwa ketika kita menyebut
Allah sebagai Al-Malik, maka kita sedang mengakui kebesaran dan kedaulatan-Nya
yang absolut. Tidak ada hukum yang lebih tinggi dari hukum-Nya, tidak ada
kerajaan yang lebih kekal daripada kerajaan-Nya, dan tidak ada kekuasaan yang
dapat menyaingi kekuasaan-Nya. Dengan menyadari hal ini, seharusnya tumbuh
dalam diri kita rasa rendah hati dan tunduk, sebab manusia hanyalah makhluk
yang lemah sementara Allah adalah Raja yang sejati dan abadi.
Nama Al-Malik menunjukkan bahwa Allah adalah Raja yang sesungguhnya.
Kepemilikan-Nya mutlak, kekuasaan-Nya tak terbatas, dan tidak ada satu makhluk
pun yang dapat menandingi kekuasaan-Nya. Dunia dan seisinya hanyalah titipan
yang akan kembali kepada-Nya.
Menariknya, para filsuf Barat seperti Plato juga berbicara tentang konsep
raja. Menurutnya, seorang raja sejati bukan hanya penguasa yang kuat, tetapi
juga seorang filsuf yang bijak, yang menegakkan keadilan dan kebenaran. Namun,
bila kita bandingkan dengan Allah Al-Malik, jelas terlihat perbedaannya. Jika
raja dalam pandangan filsafat Barat masih terbatas pada manusia yang penuh
kelemahan, maka Allah adalah Raja yang sempurna, yang pengetahuan dan
keadilannya mutlak, serta kepemilikannya tidak pernah berakhir.
Sebagai contoh sederhana dari kekuasaan Allah yang membuat kita takjub,
cobalah renungkan tubuh kita sendiri. Jutaan sel bekerja tanpa kita perintah,
jantung berdegup tanpa kita sadari, dan paru-paru terus menghirup udara tanpa
pernah lelah. Semua itu berjalan karena kehendak Allah Al-Malik. Lihat pula
langit yang terbentang luas tanpa tiang, bintang-bintang yang beredar pada
jalurnya tanpa bertabrakan, dan bumi yang terus berputar dengan teratur. Semua
keteraturan ini adalah tanda nyata bahwa Allah benar-benar Raja yang berkuasa
mutlak atas segala sesuatu.
Maka timbul sebuah pertanyaan besar untuk kita semua: sudahkah kita
benar-benar merajakan Allah dalam hidup kita? Sudahkah kita menempatkan-Nya
sebagai Raja dalam hati, dalam rumah tangga, dalam pekerjaan, dan dalam seluruh
urusan kita? Ataukah justru kita sering menjadikan nafsu, harta, atau kedudukan
sebagai raja yang kita ikuti? Pertanyaan ini penting untuk direnungkan, karena
siapa yang menjadikan Allah sebagai Rajanya, ia akan selamat; namun siapa yang
lebih tunduk kepada selain-Nya, maka ia sedang menipu dirinya sendiri.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda: “Celakalah hamba dinar, celakalah
hamba dirham, celakalah hamba pakaian yang indah. Jika diberi, ia ridha, namun
jika tidak diberi, ia marah.” (HR. Bukhari). Hadis ini mengingatkan kita
bahwa siapa saja yang menjadikan harta atau selain Allah sebagai rajanya, ia
sejatinya sedang memperbudak dirinya sendiri dan jauh dari rahmat Allah.
Jama’ah Jumat yang berbahagia,
Sebelum kita merenungi lebih jauh, marilah kita membuka hati dengan
kesadaran bahwa kehidupan ini penuh dengan perubahan. Apa yang kita genggam
hari ini bisa hilang esok hari, dan apa yang kita banggakan bisa runtuh dalam
sekejap. Semua yang kita lihat hanyalah bayangan yang sebentar, bukan
kepemilikan sejati. Dengan pemahaman ini, kita akan lebih siap menyambut
renungan mendalam tentang siapa sebenarnya Raja dalam hidup kita.
Jika kita renungkan, semua yang kita miliki hari ini hanyalah sementara.
Harta, jabatan, kedudukan, bahkan usia kita, semuanya berada dalam genggaman
Allah. Semua yang tampak besar di mata manusia sesungguhnya kecil di hadapan
Allah. Berapa banyak orang kaya yang tiba-tiba jatuh miskin, berapa banyak
orang berkuasa yang hilang kedudukannya, dan berapa banyak yang sehat lalu
tiba-tiba sakit. Semuanya adalah bukti bahwa manusia tidak pernah benar-benar
memiliki apa-apa. Maka janganlah kita terpedaya oleh dunia, karena kita
bukanlah raja atas hidup ini, melainkan hanya hamba yang sedang diuji oleh Sang
Raja yang sebenarnya. Sadarilah bahwa ujian itu datang silih berganti, dan
setiap dari kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diamanahkan.
Karena itu, orang yang bijak adalah orang yang menyiapkan diri menghadapi hari
di mana semua mahkota dunia akan ditanggalkan dan hanya ketaatanlah yang
menjadi pakaian kemuliaan di hadapan Allah.
Allah sebagai Al-Malik juga menunjukkan bahwa seluruh aturan-Nya adalah
hukum yang paling adil. Ketika manusia sering lalai dan zalim, Allah hadir
dengan hukum-Nya yang sempurna. Karena itu, barang siapa yang tunduk kepada
Allah, ia akan merasakan keadilan dan ketenangan hidup.
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Marilah kita belajar meneladani sifat Al-Malik ini dengan menyadari bahwa
kepemilikan kita hanyalah titipan. Maka gunakanlah harta, waktu, dan hidup kita
untuk kebaikan, karena semua itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Jadilah pemimpin bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat dengan adil, sebab
seorang hamba yang meneladani sifat Al-Malik akan senantiasa menjaga amanah
dengan penuh tanggung jawab.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang tunduk kepada-Nya, selalu
mengingat bahwa Dia-lah Raja yang sesungguhnya Amin.... Amin Ya Rabbal Alaminn.
قُوْلُ
قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُI

0 comments:
Posting Komentar